Sabtu, 11 Januari 2014

Asbabun Nuzul Qs. Asy-Syu'ara: 214-216


Surat Asy-Syu’ara’: 214-216

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ. وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ. فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ  (الشعراء: 214-216)
Artinya:
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.  Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu maka Katakanlah, ‘Sesungguhnya Aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan” (QS. Asy-Syu’ara: 214-216)

Dalam ayat ini, Allah s.w.t. memerintahkan Nabi Muhammad s.a.w. untuk member peringatan kepada kaum kerabantnya yang terdekat dan agar bergaul dengan orang-orang mukmin dengan lemah lembut. Imam Bukhari  dan Imam Muslim menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas r.a., bahwa ketika Allah menurunkan ayat di atas, Nabi s.a.w. naik ke bukit Shafa lalu berseru, “Wahai orang-orang, sudah pagi.” Lalu orang-orang berkumpul kepadanya, ada yang datang sendiri dan ada yang mengutus utusannya. Kemudian Rasulullah s.a.w. berpidato, “Wahai Bani Abdul Muththalib, wahai Bani Fihr, wahai Bani Lu’ay, apa pendapat kalian jika aku memberitahu kalian bahwa di kaki bukit ini ada seekor kuda yang hendak menyerang kalian, apakah kalian mempercayai aku?” Mereka menjawab, “Ya, kami mempercayai anda.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku memperingatkan kalian akan azab yang sangat keras.” Abu Lahab berkata, “Celakalah kamu untuk selama-lamanya! Apakah hanya untuk ini kamu memanggil kami?” Maka Allah ta’ala menurunkan surat Al-Lahab, di antaranya sebagai berikut:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.” (Al-Lahab: 1)
Menurut Al-Maraghi, pemberian peringatan dalam surat Asy-Syu’ara’: 214 di atas, sifatnya adalah pemberian peringatan secara khusus, dan ini merupakan bagian dari peringatan yang bersifat umum, yang untuk itulah Rasulullah s.a.w. diutus. Sebagaimana firman Allah s.w.t.:
“Dan agar kamu member peringatan kepada (penduduk) Ummul qura (Makkah) dan orang-orang yang berada di lingkungannya.” (QS. Al-An’am: 92)
Al-Maraghi juga menambahkan, bahwa kedekatan nasab atau keturunan tidak memberi manfaat sama sekali seandainya jalan keimanan yang ditempuh berbeda. Dalam kisah ayat di atas terdapat dalil pembolehan interaksi antara mukmin dan kafir, serta memberinya petunjuk dan nasehat.
Lalu dua ayat selanjutnya -ayat 215 dan 216- menerangkan tentang perintah agar rasulullah s.a.w. bersikap lemah lembut terhadap pengikutnya, karena itulah yang lebih tepat buat Nabi, lebih menarik hati pengikutnya, membuat kecintaan mereka pada Nabi, serta lebih mendatangkan pertolongan dan keikhlasan mereka dalam berjuang bersama Nabi s.a.w.
Namun demikian, seandainya kaum keluarga yang diberi peringatan oleh Rasulullah s.a.w. itu mendurhakai Rasul s.a.w., maka hal itu tidak akan mendatangkan kemudharatan sedikitpun pada Rasul. Rasul juga tidak berdosa karena apa yang mereka lakukan. Seolah-olah Allah s.w.t. mengatakan pada Nabi-Nya, Katakanlah kepada mereka, sesungguhnya aku berlepas diri dari kalian dan dari perbuatan kalian menyeru tuhan yang lain bersama Allah ta’ala. Sesungguhnya kalian akan mendapat balasan atas dosa kalian pada hari di mana harta dan anak lelaki tidak berguna, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih dari segala dosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar